CastMario Maurer as Chon
Pimchanok
Lerwisetpibol as Nam
Sudarat Budtporm as Guru Inn
Perawatch
Herabutya as Guru Phol
Pijitra Siriwerapan as Guru Aorn
Acharanat
Ariyaritwikol as Top
Khachamach Promsaka Na Skolnakorn as Pin
Tahun berikutnya...
Hari
itu hari ulang tahun Cheer. Nim bertanya pada Cheer hendak membeli cake
apa pada hari ulang tahunnya.
“Vanilla Cake, Nam suka kue itu”ujar
Cheer. Saat Cheer sedang asik memilih-milih kue, Nam belum datang. Nim
segera menelponnya.
Nam rupanya sedang pergi ke danau bersama Chon
cs, “Aku sudah menelpon Cheer tadi pagi namun ia tak mengangkat
teleponnya, sampaikan ucapan selamat ulang tahunku pada Cheer. Iya, aku
minta maaf karena aku takkan bisa pulang tepat waktu...”
Di
danau, semua sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang
asik bermain gitar, ada yang memanggang makanan. Nam duduk di meja makan
sambil memandangi Chon yang asik memotret pemandangan dari jembatan (
indah banget). Tak lama Top
menghampiri sambil menghidangkan cumi-cumi hasil panggangannya, mau
nggak mau Nam berpaling dari Chon. Wajah Top mendekati wajah Nam sampai
membuat Nam risih, “Aku akan kembali..” katanya. Saat Nam kembali
melihat ke arah jembatan, Chon sudah tak ada.
Nam
pergi ke jembatan dan duduk disana. Chon datang, “Apa yang kau lakukan
disini?”
“Aku rasa pemandangan disini indah”kata Nam. Mereka
sama-sama terdiam. Nam membuka percakapan sambil menawarkan cumi, “Kau
mau makan cumi?”
Chon menoleh, “Kau tak tahu cerita cumi ya?”
Nam
menggeleng, “Tidak.”
“Aku akan memberi tahumu,” Chon pindah duduknya
ke samping Nam, ia mulai bercerita, “Pada suatu waktu, ada pasangan
cumi. Mereka telah mengarungi lautan dan samudra yang luas hingga mereka
bertemu dan saling jatuh cinta, akhirnya mereka menikah. Pada hari
pernikahannya, pendeta cumi menyuruh mereka saling berpegangan tangan...
jadi mereka saling berpegangan tangan.... memegang tangan... memegang
tangan... memegang tangan...”
Chon menempelkan jari-jarinya
satu-satu. Nam tertawa geli melihatnya.
“Kak Chon, kau gila!”ujar
Nam.
Chon tersenyum.
“Tapi lucu” tambah Nam lagi.
“Yang mana?
Yang cerita, atau yang cumi?”tanya Chon.
“Yang cerita! Eh, tidak,
yang cumi! Umm... aku bingung...” ujar Nam, Ia melirik cumi panggang,
“Aku jadi agak tak mau memakannya.”
“Aku juga tak makan cumi begitu
lama karena cerita itu” tambah Chon. Mereka pun terdiam.
“Jadi...”
Nam bersuara, “Apakah kau pernah memegang tangan seseorang seperti cumi
itu?”
“Pernah sekali” jawab Chon sambil menatap ke danau, “Seorang
gadis berwajah canggung hampir jatuh dari panggung, jadi aku memegang
tangannya...”
Belum selesai Chon cerita, Top datang sambil langsung
memakan cumi panggang. Nam dan Chon berteriak, “Jangan!”
“Kenapa? Ini
enak..”ujar Top sambil terus mengunyah. Nam dan Chon cuma bisa menghela
nafas kesal.
Mereka
bertiga hendak pulang. Chon dan Top berjalan di depan sementara Nam
mengikuti di belakang. Chon dan Top berbicara serius.
Top : “Aku
bertanya padamu langsung. Apa kau suka pada Nam?”
Chon : “Eh, kau
akan bersamanya bukan? Kenapa kau bertanya padaku seperti itu?”
Top
menepuk bahu Chon sambil tersenyum, “Tidak apa-apa. Aku hanya
bertanya...”
Tiba-tiba terdengar suara teriakan Nam di belakang. Nam
terpeleset hingga kakinya terkilir. Top dan Chon langsung berlari ke
arahnya. Top bertanya apa Nam masih bisa berdiri, Nam mengiyakan. Tapi
ternyata ia tak sanggup, mau tak mau ia menerima tawaran Top. Sedangkan
Chon yang menggendong tas Nam. Suara hati Nam saat itu, "
Tuan Kancing... hari ini Chon membawakan tas
saya..."
Pulangnya
Nam langsung ke rumah Cheer. Ia membawakan cake kecil. Saat pintu rumah
Cheer dibuka, Nam sudah bersiap, “Happy birth...”
Namun yang keluar
ternyata ibunya Cheer, “Cheer tak ada. Ia masih pergi bermain dengan Nim
dan Gie. Nam tak bersama mereka?”
Nam menggeleng sambil tersenyum
kecut.
“Telepon saja mereka” saran Ibu Cheer lalu menutup gerbangnya
lagi. Nam akhirnya meniup lilin di cake itu sendiri.
Keesokan
harinya Cheer, Nim dan Gie mengerjakan PR tanpa Nam. Nam justru duduk
bersama gengnya Chon.
“Aku rindu hari-hari ketika kita mengerjakan PR
bersama-sama”kata Nim.
“Seorang bidadari harusnya berada di
surga”ucap Cheer sinis. Ia masih marah karena Nam tak datang ke ulang
tahunnya.
“Tenanglah Cheer, kau masih punya ulang tahun tahun depan”
ucap Nim.
Cheer emosi, “Aku hanya punya tiga orang teman Nim! Jika
aku jadi dia, aku takkan melakukan hal itu!”
Nam yang melihat
teman-temannya sedang mengerjakan PR bersama menghampiri, “Hey! Kita
kerjakan PR bersama-sama yuk!”
“Kenapa kau tak mengerjakannya bareng
Chon saja?!”ujar Cheer sinis langsung menutup bukunya dan segera pergi
dari situ. Nim dan Gie mengikutinya. Nam ditinggal sendiri.
Nam
sedang duduk sendirian di depan kolam ketika Chon datang.
“Top belum
datang? Aku disuruh olehnya mengajari anak kelas 3,” tanya Chon duduk
disamping Nam.
Nam tersenyum, “Kak Top sedang mencari buku untuk
proyek anak kelas 3”
Chon ikut tersenyum, ia memandang lurus ke
depan, “Hari itu ibuku masuk rumah sakit...”
Nam menoleh, “Kapan?”
“Hari
dimana ayahku gagal melakukan tendangan pinalti. Aku lahir pada hari
itu. Jadi ayahku memberi hadiah pada hari kelahiranku... yaitu tak
bermain bola lagi seumur hidupnya. Akulah yang membawa nasib buruk. Coba
lihat, Provinsi ini tak pernah mencapai sejauh itu sejak hari itu...”
“Kau
tak apa?”tanya Nam khawatir.
“Bagiku untuk dihina?”tanya Chon balik,
“Aku tidak apa-apa. Aku sudah biasa. Sudah menjadi nama belakangku.
Chon, yang ayahnya tak bisa menendang pinalti...”
Nam menunduk
menyesal.
Chon tersenyum, “Tapi aku benar-benar tak apa. Aku seorang
pemain sepak bola.”
“Jadi kau mau terus bermain sepak bola?”
“Aku
tak tahu... untuk saat ini, aku lebih membutuhkan seseorang...”
Nam
menoleh kaget. Tapi sebelum Nam mendengar penjelasan Chon lebih lanjut,
Top datang dan memanggil Nam. Ia meminta bantuan Nam untuk mencari buku
bersamanya.
Malamnya
Chon dan kawan-kawan mengadakan piknik dan api unggun. Nam ikut. Ia
membantu Chon yang bertugas memasak. Top duduk di dekat api sambil
mendengar Pin bernyanyi. Faye memandanginya, jelas-jelas sekarang Faye
naksir pada Top. Nam dan Chon membicarakan soal kejutan ulang tahun
untuk Ake, teman mereka. Tanpa sengaja tangan mereka berdua saling
bersentuhan. Hati Nam berdebar, ia mendekatkan diri lagi ke Chon.
Kemudian
acara kejutan untuk Ake dimulai. Chon dan Top mau perform cerita.
“Ini
terjadi ketika kita kelas 5 SD...”Chon memulai cerita.
Top ketawa,
“Kita berdua jatuh cinta pada cewek yang sama. Namanya Boe, kelas 4.
Kita bersaing satu sama lain, berlatih menari agar salah satu dari kami
bisa berdansa saat pesta sekolah. Tapi saat hari itu tiba, Chon kita
kena sakit cacar....”
Semua tertawa termasuk Nam.
“Jadi hak
berdansa dengannya jadi milikku, yeah...”lanjut Top.
Chon menambahi,
“Tapi pada akhirnya Top juga tak berdansa dengan Boe. Jadi kita berdua
sama-sama gagal...”
“Eitt” sela Top, “Itu karena Chon mengancam kalau
ia tak mau berteman lagi denganku. Setelah itu kita saling
berjanji....”
“Bahwa kita takkan jatuh cinta pada cewek yang sama
lagi...”tambah Chon.
Tawa Nam pupus sudah. Top jelas-jelas naksir
padanya, itu berarti tak ada harapan untuknya ditaksir oleh Chon.
Top
dan Chon kemudian bernyanyi sambil menarikan tarian yang lucu,
mengundang keceriaan. Top menarik Nam agar ikut menari bersama mereka.
Yang lain juga berdiri dan ikut menari. Semuanya diliputi keceriaan.
Namun di tengah tarian, Top yang rupanya sedang bahagia mengambil
kesempatan mencuri pipi Nam. Nam terpaku. Yang lain masih menari,
sementara kebahagiaan Nam sudah hilang.
Top
mengantar Nam pulang. Saat Nam hendak segera masuk ke rumahnya, Top
berkata, “Nam, besok aku akan datang ke sini lagi ya. Kita nonton
pertandingan Chon bersama-sama”
“Kak Top tak perlu menjemputku
lagi”ujar Nam dingin.
“Kenapa? Kau ada acara?”
“Tidak, maksudku
tolong jangan terlibat denganku lagi...”
Top bangkit dari sepeda
motornya, “Kau marah karena aku mencium pipimu? Bukankan kau pacarku?”
Nam
berbalik marah, “Kak Top, aku tak pernah menerima bahwa aku pacarmu”
Kasian
banget Top pas disini, “Lalu apa artinya semua selama ini?”
“Maafkan
aku kak, aku sudah mencintai seseorang...” jawab Nam.
“Siapa Nam?”
tanya Top. Oh.. poor Top.
Nam hanya berbalik dan segera masuk rumah
tak menjawab pertanyaan Top.
“Siapa.... Nam.... siapa?!”tanya Top. Ia
terduduk lemas di sepeda motornya.
Top
menemui Chon untuk menceritakan semuanya, “Dari semua gadis yang
bersamaku, ini yang paling menyakitkan.... Aku mohon satu hal saja
padamu Chon... Tak peduli apa yang terjadi, kau tak akan memacari Nam
kan?”
“Apa kau berpikir alasan Nam memutuskanmu adalah aku?”tanya
Chon.
“Tidak. Hanya aku tak tahan, jika sahabat terbaikku berpacaran
dengan gadis yang kucintai...”
Chon memandang keluar sambil menghela
nafas, “Jika kau mengatakan seperti itu, aku bisa apa?”
“Tak apa-apa
kan buatmu?”tanya Top.
“Iya” jawab Chon. Mereka berdua kemudian
saling menjabat tangan.
Hari-hari berikutnya dilalui Nam seorang
diri. Tak ada lagi teman-teman bersamanya, tak ada lagi Top yang
menjemputnya ke sekolah dan Chon juga seperti menghindarinya. Ketika ia
melihat Top yang digoda Faye dengan trik ‘terkilir kaki’ ia juga tak
bisa berbuat apa-apa. Ia memutuskan untuk fokus belajar agar mendapat
ranking satu. Meski ia sering terbayang Chon jika ia melihat Tuan
Kancing dan membuatnya menangis sendirian.
Di
rumahnya Chon bermain sepak bola dengan ayahnya yang sekarang tak takut
lagi.
“Chon, kau tahu tadi Manajer Bangkok Glass meneleponku...”kata
ayahnya.
“Lalu?”tanya Chon masih fokus ke bolanya.
“Dia bilang
kalau dia akan menerimamu di Klub Bangkok Glass”
Chon tak percaya,
“Ayah menipuku agar bisa merebut bola dariku ya...”
Ayahnya tertawa,
“Untuk hal sepenting ini siapa yang berbohong. Setelah ini kau harus
segera bersiap-siap. Mungkin setelah lulus ujian tahun ini, kau akan
pergi belajar ke Bangkok.”
Chon senang sekali, ia menghampiri ayahnya
dan memeluknya, “Ayah! Terima kasih...!”
Hari
ujian tiba, Nam menjalankan ujiannya dengan serius. Ia ingin bertemu
dengan ayahnya yang di Amerika.
Di
luar Guru Inn sedang sangat sedih. Guru Phol mendapat beasiswa untuk
melanjutkan study ke luar. Guru Inn meminta sesuatu pada Guru Phol.
“Apa?”tanya Guru Phol. Guru Inn menunjuk ke arah hati Guru Phol. Guru
Phol salah paham, ia malah memberikan peluit miliknya. Tak lama datang
Guru olahraga baru yang akan menggantikan Guru Phol. Ternyata guru yang
baru lebih keren dan ganteng daripada Guru Phol, Guru Inn langsung
menghampiri Guru baru itu dan mengacuhkan Guru Phol. Guru Phol cuma bisa
garuk-garuk kepala bingung.
Tahun pelajaran berikutnya...
Hari
itu Cheer memutuskan tak akan melanjutkan sekolah yang sama dengan
kawan-kawannya. Ia akan memasuki sekolah kejuruan. Saat mereka asik
mengobrol, Nam datang dan suasana langsung tak enak. Nam duduk dengan
sedih di jarak yang tak jauh dari mereka. Ia memandangi wajah Cheer dan
masih berharap Cheer akan memaafkannya. Rupanya hati Cheer masih belum
luluh. Nam dengan sedih menyanyikan lagu yang dulu mereka nyanyikan
bersama-sama.
“Senin aku menunggu... Selasa aku masih menunggu
dan melihat, melihat apakah kau baik-baik saja... Rabu kau masih tak ada
disini, pagi hari atau kemudian, Kamis juga masih kosong...”
Gie
tak tahan, ia menghampiri Nam dan mereka bernyanyi sama-sama sambil
menangis.
“Jum’at, Sabtu atau Minggu, tiada hari tanpa
merindukanmu... Tiada hari kau akan kembali...”
Nim ikut menangis
meski ia masih ada disamping Cheer, sementara Cheer masih bertahan.
“...menjadi
tua dalam hari-hari kita... hari dimana kau ada disampingku, hari
dimana kau ada di dekatku, hari dimana kita saling berpegangan
tangan...”
Nam mendekati Cheer, “...hari dimana aku mencintaimu,
hari dimana aku berbicara denganmu, hari dimana kau mendengarkanku....”
Akhirnya
Cheer menangis dan ikut bernyanyi, “...Berapa lama aku akan seperti ini
aku tak tahu, Berapa bulan atau berapa tahun....”
Mereka
berempat saling berpelukan dan menangis bersama. (
aslinya ini lagu ceria, tapi pas dinyanyikan
ma mereka jadi kelihatan sedih...), “...berapa miliar kenangan
masa lalu kita bersama, aku selalu merindukanmu...”
“Cheer, Nam minta
maaf”isak Nam.
Cheer menangis, “Kenapa kau menangis? Menyanyikan
lagu seperti kita sedang berakting di opera sabun saja...”
“Ya...”
kata Nam masih menangis, “Kenapa kita menangis? Kita tidak menangis,
kita sedang tertawa...”
Mereka pun menyanyikan lagu nya bersama-sama.
Nam
sedang menyapu dan beres-beres rumah ketika Cheer cs datang dan
memberitahu kalau mereka bertemu dengan Guru Inn di toko eskrim, “Dia
mengatakan kalau dalam ujian.... Nam mendapatkan.... “
“Aku
mendapatkan apa? tanya Nam tak sabar.
“Nam.... Nam...dapat ranking
1...”
Nam terkejut. Ia melompat-lompat senang kemudian memeluk
ibunya. Ibunya mengatakan sekarang Nam sudah bisa bertemu dengan
ayahnya. Nam semakin senang. Pang melihatnya iri. Ia mendapatkan ranking
8 tapi ia ingin ikut dengan Nam. Nam tak mengizinkan.
Saat itu
tiba-tiba Nam langsung memikirkan Chon.
Di
hari yang sama, Pang kedatangan temannya. Dia mengantarkan foto cowok
yang Pang taksir. Nam yang tertarik menghampirinya dan menggodanya. Pang
tahu kalau ini adalah kesempatan untuk Nam balas dendam karena dulu
Pang pernah mengadukan soal Nam yang naksir Chon. Tapi Nam cuma
menggodanya dan menasihati agar Pang tak cepat-cepat memikirkan soal
pacaran karena belum dewasa.
Nam
kemudian kumpul bersama teman-temannya. Cheer menanyakan Nam, “Nam
apakah Chon sudah tahu?”
Nam menggeleng lemah. Gie menatapnya heran,
“Kau sungguh hebat! Jatuh cinta pada orang yang sama 3 tahun lebih!”
“Kurasa
kau tak perlu mengatakannya pada Chon” timpal Nim, “Biar seluruh dunia
mencatat bahwa ada seorang gadis gila yang mencoba untuk menjadi cantik
selama tiga tahun demi seorang laki-laki. Meskipun laki-laki itu tak
tahu apa-apa.”
Cheer menasihati Nam, “Nam, mungkin mulai sekarang kau
takkan pernah melihatnya lagi. Kau masih akan diam saja?”
Nam
melirik buku 9 Metode Cinta nya, “Aku sudah coba berbagai cara...”
“Jangan
takut, kami selalu mendukungmu”ujar Cheer, “Benarkan?”
“Iya!”sahut
Nim, “Kau sangat cantik, rajin belajar juga baik hati kenapa dia bisa
tak menyukaimu?”
Nam kesal, “Kalian benar-benar memujiku tidak sih?”
Malamnya
Nam menghias setangkai bunga Mawar Putih, metode ke 10, dari Thailand,
yang paling tulus.
Hari
kelulusan tiba, Nam menunggu Chon keluar dari kelasnya namun ternyata
Chon masih dikelilingi oleh teman-temannya (
PS: Nam dan Chon lulus bersama, sepertinya Nam akselerasi).
Nam harus menunggu sampai ia dan Chon memiliki waktu hanya berdua saja.
Ia mengikuti Chon bersama teman-temannya. Sampai akhirnya Chon pergi
untuk memotret sendirian ke ruangan kolam renang, Nam didorong
teman-temannya untuk mengambil kesempatan itu. Teman-temannya berjaga di
luar ruangan.
Chon
memotret Kolam renang sebagai kenang-kenangan. Nam menghampirinya, Chon
pun memotret Nam.
“Nam, kau belum menanda tangani kemejaku,” ujar
Chon (
di Thailand juga ada tradisi
mencoret-coret baju, tapi versi tanda tangan. Lebih rapi).
“Kak
Chon, aku ingin mengatakan sesuatu”Nam menghela nafas mengumpulkan
kekuatan. Kemudian ia mulai mengatakan semuanya, “Aku mencintaimu. Aku
sudah mencintaimu selama lebih dari 3 tahun ini. Aku sudah melakukan
segalanya, mengubah diriku dalam banyak hal demi kamu. Aku mendaftar
klub penari klasik, melakukan drama panggung, menjadi pemimpin grup
mayoret, lebih rajin belajar, semuanya karena kamu.... Tapi aku tahu
sekarang, hal seharusnya kulakukan, dan harus sudah kulakukan sejak dulu
bahwa... adalah memberitahumu... Nam cinta Kak Chon...”
Nam
menghela nafas dan mengeluarkan air mata kelegaannya. Ia menyerahkan
mawar putih yang sudah ada kartu ucapan dan Tuan Kancing yang terikat di
tangkainya pada Chon yang tertegun sambil menatap Nam.
Sesaat
setelah Nam menghapus air matanya karena lega, tanpa sengaja matanya
melihat ke arah kantung kemeja Chon. Tertulis disitu, Pin cinta Chon.
Nam terkejut (
sepertinya di Thailand,
kalau yang ditulis di kantung kemeja berarti nama kekasih atau pacar).
“Kak
Pin dan Kak Chon...?”tanya Nam hampir tak bisa bersuara. Air matanya
mengalir lagi.
Chon mengangguk dengan berat.
“Kapan?”tanya Nam
lagi dengan susah payah (
aku nangis
pas bagian ini, 3 tahun gitu lho).
“Seminggu yang
lalu...”jawab Chon pelan.
Nam seperti bingung untuk bertindak. Ia
menangis tapi kemudian berusaha untuk tertawa, “Hahaha.... Kak Pin dan
Kak Chon berpacaran... haha... kalian cocok... lucu...”
Chon masih
memandangi Nam dengan penuh perasaan bersalah.
Nam sekuat tenaga
menahan tangisnya, ia menepuk bahu Chon, “Semoga kalian bahagia...”
Nam
yang sudah tak tahan ingin segera pergi dari situ, lupa kalau di
sampingnya ada kolam. Ia berbelok dan langsung tercebur.
“Nam!”seru
Chon.
Nam yang basah kuyup mencoba untuk terus tertawa, “Aku tak
apa-apa...”
Chon menawarkan bantuan untuk Nam keluar dari kolam, tapi
Nam tak menyambutnya. Ia benar-benar berusaha tak terlihat menangis.
“Kalian
cocok”ucap Nam sebelum berbalik pergi memunggungi Chon.
“Nam kau
baik-baik saja?”tanya Chon.
Nam menangis tapi memberi isyarat kalau
ia baik-baik saja lewat jarinya.
Chon tak percaya, ia masih berusaha
memanggil Nam, “Nam!”
Di luar Nam disambut teman-temannya yang
terkejut melihat Nam basah kuyup. Nam langsung pergi tanpa ingin bertemu
teman-temannya dulu. Gie berusaha menyusulnya namun ditahan Cheer.
Mereka ikut menangis karena sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Nam
berjalan melewati Pin, Pin juga kaget melihat Nam basah kuyup. Ia
menahan Nam dan bertanya apa yang terjadi. Nam tadinya ingin langsung
pergi. Tapi kemudian ia kembali dan memeluk Pin erat-erat tanpa berkata
apa-apa lalu langsung pergi dan membuat Pin terheran-heran.
Chon
tiba di rumah setelah malam (
sepertinya
dia mampir dulu ke suatu tempat) dan terheran-heran melihat
sebuah mobil sedan bagus terparkir di depan rumahnya. Di rumah ia
langsung disambut oleh lemparan kaos dari ayahnya, “Selamat datang
pemain junior Bangkok Glass!”
Rupanya di rumah sudah ada Manajer dan
Pelatih tim Bangkok Glass. Chon sudah di terima sebagai pemain junior
mereka. Chon yang senang memeluk ibunya. Kemudian ia membuka kulkas dan
mengambil sesuatu yang sangat familiar...
Kotak cokelat pemberian Nam
yang duluuuuuu... banget, rupanya masih disimpan baik-baik oleh Chon
seperti Nam yang masih menyimpan gelas pepsi pemberian Chon. O..o... apa
artinya tuh?
“Siapkan pakaianmu Chon, malam ini kau harus berangkat
bersama paman Neng (
pelatih Bangkok
Glass), besok kau harus sudah ada di kamp pelatihan!”
“Hah?!
Hari ini ayah??!”seru Chon terkejut.
“Ya, buat apa lagi
ditunda?”tanya ayahnya balik.
Chon segera berlari ke kamarnya
menaruh tas yang di dalamnya terselip bunga mawar putih pemberian Nam.
Ia mengambil sebuah buku di meja belajarnya. Buku album foto. Mulai
sekarang akan ada flashback adegan, dan kita akan melihat semuanya dari
sudut pandang Chon.
Chon
membuka buku itu, ternyata buku itu penuh dengan foto Nam yang dihias
begitu indah. Chon tersenyum sambil mengusap wajah Nam yang difoto
dengan lembut. Lembaran dibuka. Ada halaman yang penuh dengan foto buku 9
Metode Cinta milik Nam. Rupanya buku itu di foto ketika Nam
meninggalkannya saat latihan drama. Flashback adegan saat Nam mengambil
buku itu dan menyeret-nyeret kakinya buat menutupi nomor telepon Nam. Di
bawah foto buku itu ada tulisan, “
Buku ini lucu. Tapi membuatku tahu betapa kau telah
mencoba”
Di sampingnya lagi juga ada tulisan, “
Aku ingin memberitahumu,
bahwa kau telah berhasil sejak awal kau mencoba...”
Halaman
berikutnya terlihat penuh dengan foto Nam yang di dandani oleh Pin.
Kemudian flashback adegan lagi saat Nam tampil menjadi snow white yang
cantik pertama kali. Saat itu Chon terlihat tak tertarik dan hanya
mengatakan, “Dia tampak sama, Snow White dengan kawat gigi.” Padahal,
saat pergi Chon tersenyum sangat senang sampai mengepalkan tangannya
karena melihat perubahan Nam yang bisa menjadi begitu cantik.
Halaman
berikutnya penuh dengan foto tangan Chon. Chon memotret tangannya
sendiri kemudian menulis, “
Bersentuhan tangan untuk pertama kalinya. Tapi aku harus segera
melepaskan tanganku karena orang lain akan curiga” Flashback
adegan saat Nam hampir jatuh dari panggung.
Di halaman berikut penuh
dengan foto apel yang telah digigit, ada tulisan “
Memberinya apel tapi ku
gigit sedikit”. Rupanya sebelum pergi mengambil hadiah
fotografi, Chonlah yang memberi Nam apel itu.
Kemudian
Chon membuka banyak halaman lagi, semuanya isinya foto Nam yang sedang
latihan mayoret, banyak sekali...
“
Kau menjadi semakin baik! Semangat Nam!”
Flashback
saat Nam mati-matian berlatih melempar tongkat siang dan malam, rupanya
Chon hampir setiap saat memperhatikannya. Kemudian Chon memandangi foto
Nam yang menjadi pemimpin Mayoret.
“
Cinta bisa mengalahkan segalanya, termasuk rasa
takut”
Flashback saat Chon berhasil menendang pinalti untuk
pertama kalinya. Chon rupanya berusaha menyingkirkan trauma dan rasa
takutnya demi Nam. Ia ingin agar Nam juga tak takut pada tongkat
mayoret.
Di halaman berikutnya ada foto pertumbuhan Pohon Mawar
Putih yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari sebelum hari valentine. Di
foto pertama tertulis, “
Hari pertama.” Foto kedua, “
Sangat sulit untuk tumbuh.” Foto
kelima, “
Tunas
pertama.”
Flashback saat Chon memberikan mawar putih pada
Nam, setelah mengatakan itu dari temannya, Chon berbalik kemudian
menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa jujur. Di bawah foto mawar
putih yang telah tumbuh:
“
Hari ini aku memberikan mawarnya pada Nam, kukatakan
itu dari temanku karena aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya”
Kemudian
langsung flashback adegan saat Top menembak Nam. Chon turun dari tangga
dengan lemas. Ia hampir tak bisa berjalan lagi kemudian menyandarkan
kepalanya ke dinding tangga.
Halaman berikutnya gambar Top dan Nam
dari bawah tangga.
“
Hari ini aku melihat Top menembak Nam. Kau tahu? aku sakit.
Kenapa waktu kita tak pernah cocok?”
Chon menepuk bukunya
dengan sedih. Ia teringat saat ia berlari-lari agar bisa memotret Nam
yang jadi pemimpin mayoret. Juga saat ia Top menggendong Nam yang
terkilir kakinya. Rupanya Chon sempat memotret dan memasangnya di buku
album itu.
“
Aku
juga ingin kau naik ke punggungku.”
Juga
banyak adegan flashback yang lainnya, termasuk saat Nam dan Chon di
kolam renang. Rupanya Chon sempat menyelesaikan kalimatnya meski tak
didengar oleh Nam yang pergi dengan Top, “Nam, maukah kau menjadi
kekasihku?”
Chon
mulai merasa hatinya makin tersiksa dan sakit. Saat Top mencium pipi
Nam, kau bisa lihat ekspresi wajah Chon, kaget dan pucat pasi.
Di
rumahnya Nam terus menangis. Tentu saja, ia telah mencintai Chon lebih
dari 3 tahun. Ia terus menangis sendirian di depan jendela kamarnya,
tanpa sadar malam itu Chon datang ke depan rumahnya. Ia datang untuk
menaruh buku album yang ia buat untuk Nam, agar tahu kalau selama ini ia
juga telah mencintai Nam lebih dari 3 tahun. Sejak Nam masih si itik
buruk rupa, Chon telah mencintainya apa adanya. Chon terngiang-ngiang
perkataan Top, “Aku memohon satu hal padamu Chon, apapun yang terjadi
kau takkan memacari Nam kan?”
Dengan langkah gontai Chon pergi dari
rumah Nam, karena ia harus segera berangkat ke Bangkok. Nam yang masih
menangis tak tahu kalau Chon melintas di bawah jendela kamarnya.
PS:
Nonton adegan semua flashback Chon
sambil dengerin OST nya yang pas banget sama hati Chon saat itu,
bener-bener bikin aku nangis. Sedikit liriknya deh di bagian
ending kutulis:
...hanya bisa berharap
kau akan mengetahuinya... bahwa aku disini untuk mencintaimu, Aku
memohon agar kau mengetahuinya.... suatu hari....”
9 tahun kemudian......
Motor
Chon berhenti di sebuah perusahaan. Kayaknya sih perusahaan
real-estate. Chon masuk ke perusahaan tersebut sambil menggendong bayi
yang ia bawa dari gallery fotografinya, dilihatnya Pin melambai ke
arahnya. Pin menghampiri Chon yang menyerahkan bayi itu pada Pin, “Maaf
sudah merepotkanmu”kata Pin (
disini
pertanyaan kak ari terjawab... hehehe). Bayi itu ternyata bukan
anak Chon, melainkan anak Pin. Sepertinya Chon sudah memutuskan Pin di
malam setelah Nam mengungkapkan perasaannya pada Chon.
“Tak apa,
anakmu sudah seperti anakku...”kata Chon. Sebenarnya sih wajar kalau itu
bukan anak Chon, sama sekali nggak ada mirip-miripnya ama Chon.
Hehehe....
Pin merengut “Seandainya suamiku bisa menyayanginya
seperti kamu...”
Chon mengacak rambut Pin, “Ah, kau ngomong seperti
itu lagi...”
Kemudian Chon hendak pergi tapi ditahan oleh Pin, “Hey
Chon! Bagaimana tentang acara Tv yang kau sebut? Apa kau akan hadir?”
Chon
tersenyum, “Aku tak tahu...”
Latar
pun berpindah ke sebuah acara talk show di sebuah Tv terkenal. Di situ
Nam duduk. Ia dihadirkan sebagai seorang desainer ternama yang karyanya
terkenal di Amerika. Bahkan katalog modenya pun dimuat di majalah mode
terkenal.
Cheer,
Nim dan Gie pun datang ke acara itu, mereka sudah dewasa, Nim bahkan
memakai seragam polisi. Mereka melambaikan tangan ke Nam yang dibalas
oleh Nam. Guru Inn juga hadir. Guru Inn rupanya sudah menikah dengan
Guru Olahraga tampan yang baru itu, Guru Boat. Tapi Guru Boat sangat
romantis terhadapa Guru Inn, bahkan cenderung terlalu romantis hingga
Guru Inn terlihat risih. Pang dan Ibunya juga datang. Pang sudah besar
sekarang.
Kemudian
talk show pun menyerempet ke masalah masa lalu Nam, “Kamu memberitahu
wartawan bahwa dulu saat kau masih muda, maaf, kau sama sekali tak
cantik, tak modis, sama sekali beda dari yang sekarang. Lalu apa yang
membuatmu berubah?”
“Itu karena saya jatuh cinta pada
seseorang...”ucap Nam sambil tersenyum.
“Jatuh cinta?”tanya Hostnya,
“Bisakah kau menceritakan cerita itu?”
“Bisa” kata Nam memulai
cerita, “Ia adalah senior saya. Seorang pemain sepak bola. Sangat lucu.
Pada saat itu saya berwajah jelek di kelas 1, maka saya mencoba
memperbaiki diri, jika itu bisa membuat saya menjadi lebih cantik dan
lebih baik, saya coba untuk lakukan. Saya juga mencoba belajar dengan
lebih rajin agar dia mungkin menyukai saya”
“Lalu apakah akhirnya dia
tahu perasaanmu?”
“Dia tahu, tapi kisah kami tak berakhir bahagia.
Aku pergi belajar ke Amerika untuk tinggal bersama ayahku”
“Oh itu
buruk sekali”ucap Hostnya.
“Tapi ketika saya kembali memikirkannya,
dia seperti inspirasi untuk saya, dia membuat saya menggunakan cinta
dengan cara yang lebih baik... dia seperti... kekuatan yang mendukung
saya agar saya bisa menjadi lebih baik hingga menjadi Nam yang
sekarang...”
Host cewek itu kemudian mengeluarkan sesuatu yang sangat
Nam kenal. Itu Album yang dibuat Chon untuk Nam, “Nam, kau masih
mengingat buku ini?”
Nam terkejut, ia menerima buku itu kemudian
mendekapnya erat, “Ingat. Iya saya ingat...”
Host nya tertawa, “Kalau
begitu mari kita sambut pemilik buku ini! Chon, Mantan Pemain Bangkok
Glass!”
Nam
terkejut. Ia menoleh ke belakang. Teman-temannya juga terkejut. Dari
belakang panggung, Chon muncul dengan membawa sebuket bunga dan
menghampiri Nam.
“Sekarang ia merubah karirnya menjadi fotografer
profesional...”jelas Hostnya.
Nam yang gugup tak tahu harus berbuat
apa hanya bisa berdiri dan merapikan gaunnya. Chon menyerahkan
bunganya, “Saya ingin memberi ini untuk Nam”
Nam masih gugup, ia
menunjuk dirinya sendiri, “Nam??”
“Ini untuk Nam...”ujar Chon lagi.
Nam
mengelus tengkuknya grogi, ia menerima bunga itu sambil malu-malu.
Mereka berdua masih berdiri sampai hostnya harus menyuruh mereka duduk.
“Saudara
Chon, setelah lama tak bertemu Nam, ada yang ingin kau katakan? tanya
Host.
“Euh, saya ingin memberitahu Nam bahwa...”Chon mengeluarkan
sesuatu dari kantongnya, rupanya Tuan Kancing, “Kancing ini sebenarnya
bukan milikku. Mungkin milik Ding.”
Okeh, that’s hurt Chon... Nam
menerima kancing itu dengan hati pahit. Sementara Chon malah tertawa
geli.
“Lalu Bagaimana denganmu Nam? Apa kau memiliki sesuatu untuk
dikatakan?”tanya Host.
“Emm, saya ingin bertanya pada Kak
Chon...”kata Nam takut-takut, “Apakah... Kak Chon sudah menikah?”
Chon
terlihat ragu dan berat mengatakannya, “Ummm.... aku....”
Nam
menunggu dengan tegang. Tapi kemudian Chon tersenyum.
“Aku menunggu
seseorang pulang dari Amerika...”kata Chon memandang Nam penuh senyum.
Nam
tersenyum dan menangis bahagia. Kisah cintanya ternyata tak berakhir
sedih. Chon masih menunggunya selama 9 tahun.